PERKEMBANGAN MORAL PESERTA DIDIK
MAKALAH PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
“PERKEMBANGAN MORAL”
Disusun Oleh:
Nurfadila MY 1647041031
Welsi Tiara Reata 1647440002
Arindah Pratiwi 1647042014
Amalia Kusmalasari 1647440006
Ardiansyah 1647440001
KELAS BC.5.1
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (BILINGUAL)
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR
Puji
syukur senantiasa penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat serta hidayah-Nya, sehigga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “Perkembangan
Moral”.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini. Terima
kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Andi Sri Wahyuni,S.Pd, M.Pd selaku dosen Perkembangan Peserta Didik.
Penulis
menyadar
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
yang membangun sangat penulis harapkan, demi kesempurnaan makalah
ini. Akhir kata penulis mohon maaf apabila dalam makalah ini
banyak kesalahan. Semoga bermanfaat bagi penulis sendiri dan
bagi pembaca.
Makassar, 2
Desember 2016
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL..................................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN.......................................................................................................... 1
A.
Latar Belakang............................................................................................................ 1
B.
Rumusan Masalah....................................................................................................... 1
C.
Tujuan......................................................................................................................... 2
BAB II
PEMBAHASAN............................................................................................................ 3
A. Pengertian
Moral ........................................................................................................ 3
B. Tahap
Perkembangan Moral
....................................................................................... 4
C. Perkembangan Kesadaran Moralitas
Anak ................................................................ 7
D. Perkembangan Moral Anak Indonesia........................................................................ 11
BAB
III PENUTUP.................................................................................................................... 13
A. Kesimpulan................................................................................................................. 13
B. Kritik Dan Saran......................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................ 14
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Perkembangan moral awalnya
dipusatkan pada disiplin yaitu jenis disiplin yang terbaik untuk mendidik anak
yang mematuhi hukum, dan pengaruh disiplin tersebut pada penyesuaian pribadi
dan sosial. Secara bertahap bergeser ke arah perkembangan moral kepola yang
normal untuk aspek perkembangan ini dan usia seorang anak dapat diharapkan
bersikap sesuai dengan cara yang disetujui masyarakat. Dengan adanya
peningkatan yang serius dalam kenakalan remaja, minat untuk mempelajari penyebab,
penanganan, dan pencegahan menjadi sasaran perhatian psikologi dan sosiologi.
Mula-mula minat ini terbatas pada penelitian remaja karena sesungguhnya,
anak-anak tidak dianggap “anak nakal” betapapun jauhnya penyimpangan perilaku
mereka dari standar yang disetujui masyarakat.
Dalam dua dasawarsa
terakhir, studi psikologi mengenal perkembangan moral telah dipacu oleh
teori-teori yang didasarkan atas hasil-hasil penelitian sehubungan dengan pola
perkembangan moral pada masa kanak-kanak dapat diramalkan. Teori terbaik dan
yang paling berpengaruh adalah teori Piaget dan teori Kohlberg.
Manusia sulit bersikap
netral terhadap perkembangan moral. Banyak orang tua kuatir bahwa anak-anak
mereka bertumbuh tanpa nilai-nilai tradisional. Para guru mengeluh bahwa
murid-murid mereka tidak sopan. Didalam makalah ini kita akan membahas tentang
perkembangan moral, pandangan Piaget tentang pertimbangan moral anak-anak
berkembang, hakikat perilaku moral anak-anak, dan perasaan anak-anak menyubang
bagi perkembangan moral mereka.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
latar belakang diatas, adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
1.
Apakah pengertian moral ?
2.
Bagaimana tahap – tahap perkembangan moral ?
3.
Bagaimana perkembangan moral pada anak ?
4.
Bagaimana perkembangan moral anak Indonesia ?
C. TUJUAN
Adapun tujuan dalam makalah ini adalah
penulis ingin menjelaskan:
1.
Pengertian moral.
2.
Tahap – tahap perkembangan moral.
3.
Perkembangan moral pada anak.
4.
Perkembangan moral anak Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
MORAL
Moral yang merupakan istilah dari bahasa
Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat
kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik
(kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk.
Moral
(Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang
lainnya dalam tindakan yang memiliki nilai positif. Manusia yang tidak memiliki
moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai
positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus
dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan
dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan
proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang memiliki nilai implisit karena
banyak orang yang memiliki moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang
sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia
harus memiliki moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai
ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh.
Lalu, berbagai pengertian tentang moral
banyak bermunculan, seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli berikut ini:
·
Pengertian
Moral Menurut Chaplin (2006): Moral mengacu pada akhlak yang sesuai dengan
peraturan sosial, atau menyangkut hukum atau adat kebiasaan yang mengatur
tingkah laku.
·
Pengertian
Moral Menurut Hurlock (1990): moral adalah tata cara, kebiasaan, dan adat
peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya.
·
Pengertian
Moral Menurut Wantah (2005): Moral adalah sesuatu yang berkaitan atau ada
hubungannya dengan kemampuan menentukan benar salah dan baik buruknya tingkah
laku
B. TAHAPAN
PERKEMBANGAN MORAL
1.
Pra-Konvensional
Tingkat pra-konvensional dari penalaran moral umumnya ada
pada anak-anak, walaupun orang dewasa juga dapat menunjukkan penalaran dalam
tahap ini. Seseorang yang berada dalam tingkat pra-konvensional menilai
moralitas dari suatu tindakan berdasarkan konsekuensinya langsung. Tingkat
pra-konvensional terdiri dari dua tahapan awal dalam perkembangan moral, dan
murni melihat diri dalam bentuk egosentris.
·
Tahap pertama, individu-individu memfokuskan diri pada konsekuensi
langsung dari tindakan mereka yang dirasakan sendiri. Sebagai contoh, suatu
tindakan dianggap salah secara moral bila orang yang melakukannya dihukum.
Semakin keras hukuman diberikan dianggap semakin salah tindakan itu. Sebagai
tambahan, ia tidak tahu bahwa sudut pandang orang lain berbeda dari sudut pandang
dirinya. Tahapan ini bisa dilihat sebagai sejenis otoriterisme.
·
Tahap
dua menempati posisi apa
untungnya buat saya, perilaku yang benar didefinisikan dengan apa yang
paling diminatinya. Penalaran tahap dua kurang menunjukkan perhatian pada
kebutuhan orang lain, hanya sampai tahap bila kebutuhan itu juga berpengaruh
terhadap kebutuhannya sendiri, seperti “kamu garuk punggungku, dan akan kugaruk
juga punggungmu.” Dalam tahap dua perhatian kepada oranglain tidak didasari
oleh loyalitas atau faktor yang berifat intrinsik. Kekurangan perspektif
tentang masyarakat dalam tingkat pra-konvensional, berbeda dengan kontrak
sosial (tahap lima), sebab semua tindakan dilakukan untuk melayani kebutuhan
diri sendiri saja. Bagi mereka dari tahap dua, perpektif dunia dilihat sebagai
sesuatu yang bersifat relatif secara moral.
2.
Konvensional
Tingkat konvensional umumnya ada pada seorang remaja atau
orang dewasa. Orang di tahapan ini menilai moralitas dari suatu tindakan dengan
membandingkannya dengan pandangan dan harapan masyarakat. Tingkat konvensional
terdiri dari tahap ketiga dan keempat dalam perkembangan moral.
·
Tahap tiga,
seseorang memasuki masyarakat dan memiliki peran sosial. Individu mau menerima persetujuan
atau ketidaksetujuan dari orang-orang lain karena hal tersebut merefleksikan
persetujuan masyarakat terhadap peran yang dimilikinya. Mereka mencoba menjadi
seorang anak baik untuk memenuhi harapan tersebut, karena telah
mengetahui ada gunanya melakukan hal tersebut. Penalaran tahap tiga menilai
moralitas dari suatu tindakan dengan mengevaluasi konsekuensinya dalam bentuk
hubungan interpersonal, yang mulai menyertakan hal seperti rasa hormat, rasa
terimakasih, dan golden rule. Keinginan untuk mematuhi aturan dan
otoritas ada hanya untuk membantu peran sosial yang stereotip ini. Maksud dari
suatu tindakan memainkan peran yang lebih signifikan dalam penalaran di tahap
ini; 'mereka bermaksud baik…'.
·
Tahap empat,
adalah penting untuk mematuhi hukum, keputusan, dan konvensi sosial karena berguna dalam memelihara fungsi dari masyarakat. Penalaran moral dalam tahap empat lebih dari sekadar
kebutuhan akan penerimaan individual seperti dalam tahap tiga; kebutuhan
masyarakat harus melebihi kebutuhan pribadi. Idealisme utama sering menentukan
apa yang benar dan apa yang salah, seperti dalam kasus fundamentalisme. Bila seseorang bisa melanggar hukum, mungkin orang lain
juga akan begitu - sehingga ada kewajiban atau tugas untuk mematuhi hukum dan
aturan. Bila seseorang melanggar hukum, maka ia salah secara moral, sehingga
celaan menjadi faktor yang signifikan dalam tahap ini karena memisahkan yang
buruk dari yang baik.
3.
Pasca-Konvensional
Tingkatan pasca konvensional, juga dikenal sebagai
tingkat berprinsip, terdiri dari tahap lima dan enam dari perkembangan moral.
Kenyataan bahwa individu-individu adalah entitas yang terpisah dari masyarakat
kini menjadi semakin jelas. Perspektif seseorang harus dilihat sebelum
perspektif masyarakat. Akibat ‘hakikat diri mendahului orang lain’ ini membuat
tingkatan pasca-konvensional sering tertukar dengan perilaku pra-konvensional.
·
Tahap lima,
individu-individu dipandang sebagai memiliki pendapat-pendapat dan nilai-nilai
yang berbeda, dan adalah penting bahwa mereka dihormati dan dihargai tanpa
memihak. Permasalahan yang tidak dianggap sebagai relatif seperti kehidupan dan
pilihan jangan sampai ditahan atau dihambat. Kenyataannya, tidak ada pilihan
yang pasti benar atau absolut - 'memang anda siapa membuat keputusan kalau yang
lain tidak'? Sejalan dengan itu, hukum dilihat sebagai kontrak sosial dan bukannya keputusan kaku. Aturan-aturan yang tidak
mengakibatkan kesejahteraan sosial harus diubah bila perlu demi terpenuhinya kebaikan
terbanyak untuk sebanyak-banyaknya orang.[8] Hal tersebut diperoleh melalui keputusan
mayoritas, dan kompromi. Dalam hal ini, pemerintahan yang demokratis tampak berlandaskan pada penalaran tahap lima.
·
Tahap enam,
penalaran moral berdasar pada penalaran abstrak menggunakan prinsip etika
universal. Hukum hanya valid bila
berdasar pada keadilan, dan
komitmen terhadap keadilan juga menyertakan keharusan untuk tidak mematuhi
hukum yang tidak adil. Hak tidak perlu sebagai kontrak sosial dan tidak penting
untuk tindakan moral deontis. Keputusan dihasilkan secara kategoris
dalam cara yang absolut dan bukannya secara hipotetis secara kondisional (lihat
imperatif
kategoris dari Immanuel Kant[13]). Hal ini bisa dilakukan dengan membayangkan apa yang
akan dilakukan seseorang saat menjadi orang lain, yang juga memikirkan apa yang
dilakukan bila berpikiran sama (lihat veil of
ignorance dari John Rawls). Tindakan yang diambil adalah hasil konsensus. Dengan cara ini, tindakan tidak pernah menjadi cara
tapi selalu menjadi hasil; seseorang bertindak karena hal itu benar, dan
bukan karena ada maksud pribadi, sesuai harapan, legal, atau sudah disetujui
sebelumnya. Walau Kohlberg yakin bahwa tahapan ini ada, ia merasa kesulitan
untuk menemukan seseorang yang menggunakannya secara konsisten. Tampaknya orang
sukar, kalaupun ada, yang bisa mencapai tahap enam dari model Kohlberg ini.
C. Perkembangan
Kesadaran Moralitas Anak
Tahapan Perkembangan Moral Anak Usia Dini menurut para
ahli. Pengertian moral adalah sesuatu yang berhubungan dengan penerapan
nilai dan norma yang berlaku di masyarakat, dalam perbuatan yang seharusnya
dilakukan dalam interaksi sosial. Menurut para ahli perkembangan anak di bawah
ini terdapat kesamaan dalam perkembangan moral anak usia dini.
a. Tahapan
Perkembangan Moral Anak Menurut Piaget
Menurut Piaget dalam pengamatan dan
wawancara pada anak usia 4-12tahun menyimpulkan bahwa anak melewati dua
tahap yang berbeda dalam cara berpikir tentang moralitas yaitu:
1.
Tahap Moralitas Heterogen
Anak usia 4-7 tahun
menunjukkan moralitas heterogen, yaitu tahap pertama dari perkembangan moral.
Anak berpikir bahwa keadilan dan peraturan adalah property dunia yang tidak
bisa diubah dan dikontrol oleh orang. Anak berpikir bahwa peraturan dibuat oleh
orang dewasa dan terdapat pembatasan-pembatasan dalam bertingkah laku.Pada masa
ini anak menilai kebenaran atau kebaikan tingkah laku berdasarkan
konsekuensinya, bukan niat dari orang yang melakukan. Anak juga percaya bahwa
aturan tidak bisa diubah atau diturunkan oleh sebuah otoritas yang berkuasa. Anak
berpikir bahwa mereka tidak berhak membuat peraturan sendiri, melainkan
dibuatkan aturan oleh orang dewasa. Orang dewasa perlu memberikan kesempatan
pada anak untuk membuat peraturan, agar anak menyadari bahwa peraturan berasal
dari kesepakatan dan dapat diubah.
2.
Tahap
Moralitas Otonomi
Usia 7 – 10 tahun,
anak berada dalam masa transisi dan menunjukkan sebagian ciri-ciri dari tahap
pertama perkembangan moral dan sebagian ciri dari tahap kedua yaitu moralitas
otonom.Anak mulai sadar bahwa peraturan dan hokum dibuat oleh manusia, dan
ketika menilai sebuah perbuatan, anak akan mempertimbangkan niat dan
konsekuensinya. Moralitas akan muncul dengan adanya kerjasama atau hubungan
timbal balik antara anak dengan lingkungan dimana anak berada
Pada masa ini anak
percaya bahwa ketika meraka melakukan pelanggaran, maka otomatis akan
mendapatkan hukumannnya. Hal ini seringkali membuat anak merasa khawatir dan
takut berbuat salah.Namun, ketika anak mulai berpikir secara heteronom, anak
mulai menyadari bahwa hukuman terjadi apabila ada bukti dalam melakukan pelanggaran.
Piaget yakin bahwa
dengan semakin berkembang cara berpikir anak, anak akan semakin memahami
tentang persoalan-persoalan social dan bentuk kerjasama yang ada didalam
lingkungan masyarakat
b. Tahapan Perkembangan Moral Anak Menurut Kohlberg
Selain Piaget, Kohlberg juga
menekankan bahwa cara berpikir anak tentang moral berkembang dalam beberapa
tahapan. Kohlberg menggambarkan 3 (tiga) tingkatan penalaran tentang moral,
dan setiap tingkatannya memiliki 2 (dua) tahapan, yaitu :
1. Moralitas Prakonvensional
Penalaran prakonvensional adalah
tingkatan terendah dari penalaran moral, pada tingkat ini baik dan buruk
diinterpretasikan melalui reward (imbalan) dan punishment (hukuman) eksternal.
· Tahap satu, Moralitas Heteronom adalah tahap pertama pada
tingkatan penalaran prakonvensional. Pada tahap ini, anak berorientasi pada
kepatuhan dan hukuman, anak berpikir bahwa mereka harus patuh dan takut
terhadap hukuman. Moralitas dari suatu tindakan dinilai atas dasar akibat
fisiknya.
Contoh
: “Bersalah” dicubit. Kakak membuat adik menangis, maka ibu memukul tangan
kakak (dalam batas-batas tertentu).
· Tahap kedua, individualisme, tujuan instrumental, dan pertukaran.
Pada tahap ini, anak berpikir bahwa mementingkan diri sendiri adalah benar dan
hal ini juga berlaku untuk orang lain. Karena itu, anak berpikir apapun yang
mereka lakukan harus mendapatkan imbalan atau pertukaran yang setara.
Jika ia berbuat baik, maka orang juga harus berbuat baik terhadap dirinya, anak menyesuaikan terhadap harapan social untuk memperoleh penghargaan.
Contoh : berbuat benar ia dipuji “ pintar sekali”.
Jika ia berbuat baik, maka orang juga harus berbuat baik terhadap dirinya, anak menyesuaikan terhadap harapan social untuk memperoleh penghargaan.
Contoh : berbuat benar ia dipuji “ pintar sekali”.
3.
Moralitas
Konvensional
Penalaran konvensioanal adalah tingkat kedua atau
menengah dalam tahapan Kohlberg. Pada tahapan ini, individu memberlakukan
standar tertentu , tetapi standar ini ditetapkan oleh orang lain, misalnya oleh
orang tua atau pemerintah.
Moralitas atas dasar persesuaian dengan peraturan untuk mendapatkan persetujuan orang lain dan untukmempertahankan hubungan baik dengan mereka.
Moralitas atas dasar persesuaian dengan peraturan untuk mendapatkan persetujuan orang lain dan untukmempertahankan hubungan baik dengan mereka.
·
Tahap
satu, ekspektasi
interpersonal, hubungan dengan orang lain, pada tahap ini anak menghargai
kepercayaan, perhatian, dan kesetiaan terhadap orang lain sebagai dasar
penilaian moral. Pada tahap ini, seseorang menyesuaiakan dengan peraturan untuk
mendapatkan persetujuan orang lain dan untuk mempertahankan hubungan baik
dengan mereka.
Contoh adalah mengembalikan krayon ketempat semula sesudah digunakan (nilai moral = tanggung jawab).
Contoh adalah mengembalikan krayon ketempat semula sesudah digunakan (nilai moral = tanggung jawab).
·
Tahap
kedua, moralitas system
social, pada tahap ini penilaian moral didasari oleh pemahaman tentang
keteraturan dimasyarakat, hukum, keadilan, dan kewajiban.Seseorang yakin bahwa
bila kelompok social menerima peraturan yang sesuai bagi seluruh kelompok, maka
mereka harus berbuat sesuai dengan peraturan itu agar terhindar dari keamanan
dan ketidaksetujuan social.
Contohnya
adalah bersama-sama membersihkan kelas, semua anggota kelompok wajib membawa
alat kebersihan (nilai moral = gotong royong).
4.
Moralitas
Pascakonvensional
Penalaran pascakonvensional merupakan tahapan
tertinggi dalam tahapan moral Kohlberg, pada tahap ini seseorang menyadari
adanya jalur moral alternative, dapat memberikan pilihan, dan memutuskan
bersama tentang peraturan, dan moralitas didasari pada prinsip-prinsip yang
diterima sendiri.
Ini mengarah pada moralitas sesungguhnya, tidak perlu disuruh karena merupakan kesadaran dari diri orang tersebut.
Ini mengarah pada moralitas sesungguhnya, tidak perlu disuruh karena merupakan kesadaran dari diri orang tersebut.
·
Tahap
satu, hak individu, pada
tahap ini individu menalar bahwa nilai, hak, dan prinsip lebih utama. Seseorang
perlu keluwesan dalam adanya modifikasi dan perubahan standar moral apabila itu
dapat menguntungkan kelompok secara keseluruhan.
Contoh pada tahun ajaran baru sekolah memperkenankan
orangtua menunggu anaknya selama lebih kuarang satu minggu, setelah itu anak
harus berani ditinggal.
·
Tahap
kedua, prinsip universal
pada tahap ini, seseorang menyesuaikan dengan standar social dan cita-cita
internal terutama untuk menghindari rasa tidak puas dengan diri sendiri dan
bukan untuk menghindari kecaman social (orang yang tetap mempertahankan
moralitas tanpa takut dari kecaman orang lain).
Contohnya adalah anak secara sadar merapikan kamar
tidurnya segera setelah ia bangun tidur dengan harapan agar kamarnya terlihat
selalu dalam keadaaan rapih
D. Pengembangan
Moral Anak Indonesia
Anak Indonesia memiliki perkembangan moral yang tidak jauh berbeda dengan anak
di dunia pada umumnya. Faktor-faktor pembentuk munculnya perbedaan moral
manusia diantaranya kenyataan hidup, tantangan yang dihadapi, dan harapan yang
dicita-cita oleh komunitas manusia itu
sendiri. Bangsa Indonesia telah
mengalami kemunduran menyangkut persoalan kejujuran, kebenaran, dan keadilan.
Sehingga bangsa ini butuh kembali menanamkan nilai-nilai moral yang dimiliki
bangsa ini. Kemerosotan moral generasi muda, perlu penanganan yang lebih
intensif dimana kita perlu menanamkan nilai moral sedini mungkin. Kemerosotan
moral yang dialami bila tidak diberikan perhatian khusus akan berakibat buruk
bagi generasi mendatang. Pendidikan moral merupakan salah satu pendekatan yang
dianggap sebagai gerakan utama dalam penanaman nilai moral pada anak.
Pendidikan moral perlu menjadi prioritas dalam kehidupan. Adanya panutan nilai,
moral, dan norma dalam diri manusia dan kehidupan akan sangat menentukan
totalitas diri individu atau jati diri manusia, lingkungan sosial, dan
kehidupan individu. Oleh karena itu, pendidikan nilai yang mengarah pada
pembentukan moral yang sesuai dengan norma-norma kebenaran menjadi sesuatu yang
esensial bagi pengembangan manusia utuh dalam konteks sosialnya.
Akan
tetapi, pada kenyataannya banyak terjadi masalah dalam penanaman moral pada
anak. Era globalisasi telah membuat kehidupan mengalami perubahan yang
signifikan, bahkan terjadi degradasi moral dan sosial budaya dalam masyarakat.
Untuk itu, perlu adanya pendidikan moral dalam usaha penanaman nilai moral pada
anak.
Masalah yang paling penting dalam pendidikan moral bagi anak Indonesia adalah
bagaimana upaya kita sebagai seorang pendidik agar setiap perbedaan yang muncul
dapat kita arahkan menjadi suatu materi pendewasaan sikap dan perilaku anak
dalam sosialisasinya. Tidak ada salahnya kita sisipkan pendidikan multikultur
kepada anak usia dini sesuai dengan tingkat dan pemahaman mereka.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan dapat disimpulkan bahwa, Moral merupakan tingkah laku manusia yang
berdasarkan atas baik-buruk dengan landasan nilai dan norma yang berlaku dalam
masyarakat. Spiritual merupakan kepercayaan peserta didik terhadap suatu
keyakinan yang didasarkan pada adat istiadat maupun ketuhanan.
Dari kasus yang sudah dijelaskan diatas, peran orang tua, guru dan
lingkungan sangat menunjang perkembangan moral anak. Selain itu kebiasaan yang
diajarkan pada anak juga berpengaruh dalam perkembangan moralnya. Jika anak
biasa diajarkan baik maka mereka akan sulit terpengaruh dengan lingkungan yang
buruk bahkan walau mereka mempunyai sifat bawaan yang buruk, mereka akan
berusaha merubahnya.
B.
SARAN
Peran orang tua, guru dan lingkungan sangat menunjang perkembangan
moral anak. Selain itu kebiasaan yang diajarkan pada anak juga berpengaruh
dalam perkembangan moralnya. Semoga makalah ini dapat menjadi referensi bagi semua
pihak untuk moral anak agar moral anak
bangs menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Komentar
Posting Komentar